Kini aku telah
bertumbuh besar. 22 tahun yang lalu aku masih di gendong dalam pelukan kedua
orang tua ku. Lempitan tangan yang besar menjadi penghalang dikala dingin mulai
menembus kulit tipis ku. Usapan tangan yang halus menyeka pipi ku, disaat aku
tertidur, di saat aku diam dan terlebih disaat aku menangis. Kini tangan halus
itu sudah menjadi agak kasar, tidak sehalus dulu.
Aku sangat merindukan
tangan halus itu. tangan yang selalu menjaga ku. Membuat ku diam dikala aku
menangis, membuat ku tenang di kala aku gelisah. Tangan halus itu tidak hanya
menyeka pipi ku saja, kepala ku pun di elus olehnya, di elus-dielus sambil
berkata.
“kamu adalah anak
kebanggaan mamah”.
Tidak tahu persis apa
yang terjadi ketika mamah ku berkata seperti itu 22 tahun yang lalu, aku masih
terlalu kecil untuk mengerti apa yang dia maksud. Dan ketika aku beranjak
dewasa, aku mengerti setiap kata yang dia maksud.
Setiap kata itu mulai
terasa, Teresa sampai ke dalam hati. Dan aku mulia bertanya. Bertanya dalam
diri ku sendiri. “apa aku sudah menjadi kebanggaan orang tua ku?”. “apakah
orang tua ku sudah bangga dengan ku yang sekarang ini?”. “apakah aku sudah
memberikan yang terbaik untuk orang tua ku?”
Semua pertanyaan itu
selalu berjalan di otak kecil ku. Membuat aku berfikir dan terus berfikir
mencari jawabannya.
Aku
selalu ingat ketika aku masih kecil, papah selalu memberikan ku hadiah sepulang
dari luar kota untuk bertugas. Macam-macam. Terkadang mobil, terkadang robot,
banyak sekali bentuknya. Membuat aku selalu tersenyum dan menunggu apalagi yang
akan di belikannya. Rak mainan ku semakin sesak, disesaki banyak hadiah yang
orang tua ku berikan, tak ternilai harganya. Bukan harga yang menilai semua
itu.
22
december, semua orang tau itu hari apa. Namun bagi ku itu bukan Cuma hari ibu,
melainkan hari orang tua, buat ku.
Mata
ku mengalir air yang tak tau dari mana asalnya, pipi ku lembab, dan dada ku
sesak. Bukan sesak karna asap rokok yang sering aku hisap. Sesak karna aku
belum bisa memberikan ‘hadiah’ untuk orang tua ku sampai saat ini.
Sebuah
hadiah yang tak ternilai. sama seperti orang tua ku berikan kepada ku. Bukan
sepasang jam rolex yang mewah, bukan sebuah gaun halus berbahan sutra, lebih
dari itu. dan bukan itu semua yang diharapkan oleh orang tua ku.
Dan,
kembali pertanyaan ku muncul. “apa aku sudah membuat bangga orang tua ku”. dan
jawabannya adalah. Mungkin sudah dan mungkin belum.
Aku akan berikan sebuah gelar sebagai hadiah terindah untuk mu pah, mah.