Kamis, 24 Januari 2013

HADIAH UNTUK PUTRI



Kurang lebih 14 jam aku berada di sebuah bis. Panjang lebar dan sangat dingin. Layaknya sebuah kulkas raksasa yang bisa berjalan mengantar ke tempat tujuan ku. pukul 09.00 aku keluar dari kulkas raksasa dan langsung di sambut dengan hangatnya matahari dan segelas kopi hangat yang aku beli dari seorang ibu yang pagi-pagi sudah mendumel karna lapaknya tertutup oleh mobil parkir. Segelas kopi, obrolan singkat dengan si ibu, sebatang rokok dan sinar matahari cukup membuat badan ku menjadi hangat kembali. 

Beberapa saat setalah kopi ku habis, orang yang aku tunggu-tunggu sudah muncul. Aku menghampiri mobil yang ia bawa. Terlihat senyumannya di balik kaca hitam. Senyumannya membuat aku lupa dengan capeknya perjalanan ku yang harus duduk berjam-jam di tempat yang dingin. Pelukannya membuat badan ku semakin hangat. Campuran senyum, kecupan dan pelukan bercampur menjadi satu dengan badan ku. 

“selamat ulang tahun”. Kalimat yang ingin aku ucapkan selama aku dalam perjalanan akhirnya keluar dari mulut ku dan masuk kedalam telinganya dan mungkin hatinya. Kalimat yang bisa aku ucapkan langsung tanpa lewat sarana apa pun. Tahun lalu aku tidak bisa mengucapkan nya secara langsung, aku dan dirinya berada di tempat yang sangat jauh. Dan sekarang, aku bisa mengucapkannya secara langsung. Misi pertama ku selesai. Dan misi selanjutnya akan terus berjalan. 

Sengaja aku menyempatkan saat-saat ini, saat dimana aku bisa berada di tengah-tengah kesenangannya. Dapat melihat dia meniup lilin ulang tahunnya, melihat dia berdoa, melihat dia memotong kue ulang tahunnya dan melihat keceriaan di hari yang sangat special untuk dirinya secara langsung bukan melau bingkai foto.  Aku tersenyum melihat dia tersenyum bahagia, aku merasa senang berada di keceriaannya. 

Sayangnya, dihari ulangtahunnya aku tidak membawa bingkisan atau kado special dari ku. aku hanya membawa diri ku tanpa ada yang menyertai. Aku hanya bisa mengabulkan permintaannya yang ingin melihat ku di hari bahagianya. Aku dating membawa senyuman untuk memberinya beribu-ribu senyuman yang mungkin tidak akan ternilai. 

Misi ku hanya satu, ingin membuat nya tersenyum lebih lebar lagi. Aku tidak peduli betapa pegal badan ini karna duduk terlalu lama dan tidak bisa tidur dengan nikmat di kasur atau aku harus kepanasan tidur di sebuah kursi mobil atau aku harus rela nyamuk-nyamuk mengeroyoki badan ku saat aku tidur di masjid hanya untuk menunggu dia selesai menonton hal yang ia sukai. Aku tidak peduli dengan semua itu, yang aku peduli hanya ingin melihatnya tersenyum dan senang karna bersama ku. 

Aku tidak bisa melupakan ketika malam ulang tahunnya aku bersama dengan dia menyantap makan malam bersama. Aku di temani dengan putri cantik dengan balutan dress merah nya, sepatu hak tinggi nya yang membuat dia lebih tinggi dari pada aku, dan keceriaan senyumannya yang membuat malam itu lebih indah dari pada pemandangan lampu-lampu kota yang aku lihat dari atas. Makan malam itu disudahi dengan melihat pemandangan lampu-lampu kota di tempat yang lebih terbuka. Aku berdiri disampingnya dengan merangkul pinggangnya yang mungil, menemaninya yang sedang sibuk memotret pemandangan yang ia sukai dengan mata nya, tidak ada yang terlewat satu pun, kedua matanya seperti alat scan, menyecan semua pemandangan yang ada di depannya tanpa ada yang terlewat dan menyimpan salinannya dalam memori otaknya. Aku hanya teringat dimana waktu itu aku merangkulnya dari belakang dengan mata melihat keatas, melihat percikan api yang menerangi malam yang gelap, yang merubah malam itu menjadi indah untuk dua sepasang yang sedang kasmaran.  

Aku hanya bisa merasakan kesenangan yang dia rasakan, hanya bisa tersenyum dan tak berkata apapun. Malam itu aku sangat senang, karna bisa berada di tengah kesenangannya, di tengah keceriaannya.

Malam itu terlalu indah sehingga aku tidak peduli dengan kesibukannya bersama gadgetnya yang dilakukan di hari ketika aku makan bersama dengan keluarga besarnya. Aku mentolelir rasa marah ku karna aku di cuekin oleh nya. Aku hanya berdiam diri dan sekali-sekali aku bercanda dengan adik-adiknya untuk mengisi kesunyian ku karna aku hanya dapat bercanda tau ngobrol dengan adik-adiknya. Aku masih terlalu canggung untuk mengobrol dengan om atau tantenya, mungkin om dan tantenya pun begitu. Tapi aku sempat mengalihkan perhatiaanya sejenak dari gadgetnya yang lebih menarik, dia menjelaskan singkat silsilah keluarganya kapada ku. setidaknya aku benar-benar tidak dicuekin oleh nya. 

Aku bosan, bosan melihat dirinya melihat kaca berukuran kecil yang ada di tangannya terus menerus. Seperti tidak ada yang bisa mengalihkan nya dari layar kaca kecil itu meskipun sudah berpindah tempat. Namun aku memilih untuk diam, dan menyibukan dengan hal lain. Berjalan sendiri, yang aku sendiri pun tidak tau mau melihat apa. Aku hanya melihat orang lalu lalang di depan ku, melihat sekilas toko-toko apa saja yang ada disekelilingku. Atapun ketika aku duduk, aku bermain dengan rubik ku yang sebenarnya sudah terlalu sering aku main kan. 

Aku mentolelir bosan ku, mentolelir diam ku, mentolelir marah ku hanya untuk tidak merusak hari bahagia putri cantikku. Biar kan aku saja yang membungkus rapih semua perasaan itu. yang terpenting adalah dia. Dia yang selalu bahagia dan ceria dengan senyuman indahnya. 

setidaknya aku dapat memberikan hadiah istimewa di hari ulang tahun putri cantik meskipun bukan dalam bentuk barang atau benda apapun.  

Senin, 14 Januari 2013

RUMAH KECIL

Sebuah batu-batu yang telah tersusun rapih dan kuat. besi-besi yang mencengkram tanah dan menjulang ke langit di bungkus dengan kuatnya campuran semen, pasir dan air. membuat semua semakin kokoh, dan di tambah dengan atap yang teduh untuk melindungi seisinya. 

Tempat kecill itu bukan rumah pertama ku, melainkan rumah terakhir ku dari sekian tahun aku terus berpindah karna pekerjaan orang tua ku. mungkin aku sudah berada disana sejak aku masih menggunakan biru putih, hingga sekarang aku menggunakan putih abu. Ketenangan, kebebasan, kenyamanan, kehangatan yang ada di dalam sana. 

Namun sekarang ketika aku telah menggunakan jeans dan kemeja ku, aku sudah tidak berada ditempat kecil ku lagi 24 jam. mungkin hanya 1 minggu dalam 6 bulan aku berada di tempat kecil ku. merasakan kehangatan, kenyamanan dan ketenangan saat aku berada di sana. namun saat ini aku berada jauh dari asal ku. 

hujan dari langit semakin deras mengguyur tanah, membasahi semuanya tanpa sisa. layaknya rindu ku yang semakin deras membasahi semua tubuh dan hati ini. rindu ini semakin deras ketika aku merasakan ketidak nyamanan di tempatku ini. 

Namun keinginan untuk melepas rindu harus aku tahan sampai misi ku selesai sampai akhir dan tuntas. aku telah berjanji dengan semua organ tubuh ku untuk tidak akan pulang sampai semua ini tuntas terselesaikan.



Selasa, 01 Januari 2013

RUANG KECIL



Dalam tubuh ada sebuah ruang kecil, ruang kecil yang berisi. 

Dia selalu mengajak kita berkomunikasi, berbicara dengan kita. Dengan bahasanya sendiri. Dengan caranya sendiri. Terkadang Sulit untuk mengetahui maksud dari setiap kata yang terlontar, akal pun tak bisa menangkap sinyal yang ia kirimkan.

Air mata yang tiba-tiba mengalir dari mata yang indah, senyum lebar yang terurai dari bibir yang manis mungkin adalah sebuah arti dari semua kata-kata yang ia berikan. Sebuah kata-kata yang sulit untuk dimengerti, yang hanya bisa dirasakan.

Rasa sedih ketika air mata itu mengalir, rasa bahagia ketika senyum itu muncul. tanpa alasan, tanpa sebab, tapi memiliki sejumlah arti. Arti yang terkadang sulit untuk kira mengerti.

Terkadang kita tidak harus mengerti setiap maksud yang ingin ia sampaikan, cukup dengan merasakan setiap getaran yang ia munculkan. Layaknya seorang bayi yang tidak mengerti apa-apa, hanya dengan melihat kegembiraan dia ikut merasakan kebergembiraan dan tersenyum lebar. Tanpa tahu kenapa bergembira.

Ruang kecil itu berisikan sebuah hati yang tak berkata namun memberikan arti dan rasa.