Kurang
lebih 14 jam aku berada di sebuah bis. Panjang lebar dan sangat dingin.
Layaknya sebuah kulkas raksasa yang bisa berjalan mengantar ke tempat tujuan
ku. pukul 09.00 aku keluar dari kulkas raksasa dan langsung di sambut dengan
hangatnya matahari dan segelas kopi hangat yang aku beli dari seorang ibu yang
pagi-pagi sudah mendumel karna lapaknya tertutup oleh mobil parkir. Segelas
kopi, obrolan singkat dengan si ibu, sebatang rokok dan sinar matahari cukup
membuat badan ku menjadi hangat kembali.
Beberapa
saat setalah kopi ku habis, orang yang aku tunggu-tunggu sudah muncul. Aku
menghampiri mobil yang ia bawa. Terlihat senyumannya di balik kaca hitam.
Senyumannya membuat aku lupa dengan capeknya perjalanan ku yang harus duduk
berjam-jam di tempat yang dingin. Pelukannya membuat badan ku semakin hangat.
Campuran senyum, kecupan dan pelukan bercampur menjadi satu dengan badan ku.
“selamat
ulang tahun”. Kalimat yang ingin aku ucapkan selama aku dalam perjalanan
akhirnya keluar dari mulut ku dan masuk kedalam telinganya dan mungkin hatinya.
Kalimat yang bisa aku ucapkan langsung tanpa lewat sarana apa pun. Tahun lalu
aku tidak bisa mengucapkan nya secara langsung, aku dan dirinya berada di
tempat yang sangat jauh. Dan sekarang, aku bisa mengucapkannya secara langsung.
Misi pertama ku selesai. Dan misi selanjutnya akan terus berjalan.
Sengaja
aku menyempatkan saat-saat ini, saat dimana aku bisa berada di tengah-tengah
kesenangannya. Dapat melihat dia meniup lilin ulang tahunnya, melihat dia
berdoa, melihat dia memotong kue ulang tahunnya dan melihat keceriaan di hari
yang sangat special untuk dirinya secara langsung bukan melau bingkai
foto. Aku tersenyum melihat dia
tersenyum bahagia, aku merasa senang berada di keceriaannya.
Sayangnya,
dihari ulangtahunnya aku tidak membawa bingkisan atau kado special dari ku. aku
hanya membawa diri ku tanpa ada yang menyertai. Aku hanya bisa mengabulkan
permintaannya yang ingin melihat ku di hari bahagianya. Aku dating membawa
senyuman untuk memberinya beribu-ribu senyuman yang mungkin tidak akan
ternilai.
Misi
ku hanya satu, ingin membuat nya tersenyum lebih lebar lagi. Aku tidak peduli
betapa pegal badan ini karna duduk terlalu lama dan tidak bisa tidur dengan
nikmat di kasur atau aku harus kepanasan tidur di sebuah kursi mobil atau aku
harus rela nyamuk-nyamuk mengeroyoki badan ku saat aku tidur di masjid hanya
untuk menunggu dia selesai menonton hal yang ia sukai. Aku tidak peduli dengan
semua itu, yang aku peduli hanya ingin melihatnya tersenyum dan senang karna
bersama ku.
Aku
tidak bisa melupakan ketika malam ulang tahunnya aku bersama dengan dia
menyantap makan malam bersama. Aku di temani dengan putri cantik dengan balutan
dress merah nya, sepatu hak tinggi nya yang membuat dia lebih tinggi dari pada
aku, dan keceriaan senyumannya yang membuat malam itu lebih indah dari pada
pemandangan lampu-lampu kota yang aku lihat dari atas. Makan malam itu disudahi
dengan melihat pemandangan lampu-lampu kota di tempat yang lebih terbuka. Aku
berdiri disampingnya dengan merangkul pinggangnya yang mungil, menemaninya yang
sedang sibuk memotret pemandangan yang ia sukai dengan mata nya, tidak ada yang
terlewat satu pun, kedua matanya seperti alat scan, menyecan semua pemandangan
yang ada di depannya tanpa ada yang terlewat dan menyimpan salinannya dalam
memori otaknya. Aku hanya teringat dimana waktu itu aku merangkulnya dari
belakang dengan mata melihat keatas, melihat percikan api yang menerangi malam
yang gelap, yang merubah malam itu menjadi indah untuk dua sepasang yang sedang
kasmaran.
Aku
hanya bisa merasakan kesenangan yang dia rasakan, hanya bisa tersenyum dan tak
berkata apapun. Malam itu aku sangat senang, karna bisa berada di tengah
kesenangannya, di tengah keceriaannya.
Malam
itu terlalu indah sehingga aku tidak peduli dengan kesibukannya bersama
gadgetnya yang dilakukan di hari ketika aku makan bersama dengan keluarga
besarnya. Aku mentolelir rasa marah ku karna aku di cuekin oleh nya. Aku hanya
berdiam diri dan sekali-sekali aku bercanda dengan adik-adiknya untuk mengisi
kesunyian ku karna aku hanya dapat bercanda tau ngobrol dengan adik-adiknya.
Aku masih terlalu canggung untuk mengobrol dengan om atau tantenya, mungkin om
dan tantenya pun begitu. Tapi aku sempat mengalihkan perhatiaanya sejenak dari
gadgetnya yang lebih menarik, dia menjelaskan singkat silsilah keluarganya
kapada ku. setidaknya aku benar-benar tidak dicuekin oleh nya.
Aku
bosan, bosan melihat dirinya melihat kaca berukuran kecil yang ada di tangannya
terus menerus. Seperti tidak ada yang bisa mengalihkan nya dari layar kaca
kecil itu meskipun sudah berpindah tempat. Namun aku memilih untuk diam, dan
menyibukan dengan hal lain. Berjalan sendiri, yang aku sendiri pun tidak tau
mau melihat apa. Aku hanya melihat orang lalu lalang di depan ku, melihat sekilas
toko-toko apa saja yang ada disekelilingku. Atapun ketika aku duduk, aku
bermain dengan rubik ku yang sebenarnya sudah terlalu sering aku main kan.
Aku
mentolelir bosan ku, mentolelir diam ku, mentolelir marah ku hanya untuk tidak
merusak hari bahagia putri cantikku. Biar kan aku saja yang membungkus rapih
semua perasaan itu. yang terpenting adalah dia. Dia yang selalu bahagia dan
ceria dengan senyuman indahnya.
setidaknya
aku dapat memberikan hadiah istimewa di hari ulang tahun putri cantik meskipun
bukan dalam bentuk barang atau benda apapun.